pada hal-hal Sederhana
Sering kali, perjalanan ke kantor yang jaraknya 14 km itu jadi kesempatan bagi saya untuk memikirkan tentang banyak hal. Kadang saya mengingat masa lalu, dengan segenap perasaan yang terangkum besertanya. Bisa juga saya mengkhayalkan masa depan, dengan ekspektasi yang indah-indah. Di lain masa, saya cuma menyanyi lagu yang paling familiar di pagi itu, yang saya dengar lewat radio.
Namun di atas segalanya, waktu yang saya lewati sebagian besar adalah untuk kegiatan ini: berpikir
Terima kasih Tuhan, saya diberi otak yang tiada henti bekerja. Tapi kadang rasanya cukup lelah, sebab kegiatan berpikir itu termasuk hal-hal kecil yang belum terselesaikan, dan hal-hal remeh yang lumayan mengkhawatirkan dan mengganggu ketenangan.
Saya merasa kurang bisa memilah, mana yang mesti dipikir mana yang tidak. Saya merasa karena itulah saya mengurus, menua, dan menjadi pemurung. Karena faktor saya sendiri.
Selama ini saya berusaha mencari di mana letak ketidaknyamanan hidup saya. Ternyata cuma pada hal sederhana: saya begitu mudah bosan dan sering kali kurang bersyukur atas apa yang saya punya. Cobalah tengok rekan lain, yang hari Minggunya "cuma" dihabiskan dengan tidur siang. Dia tidak masalah dengan hal itu. Sementara saya, merasa begitu tak rela bila hanya melewatkan waktu yang berharga itu dengan tidur, padahal jauh-jauh hari sebelum hari Minggu datang, kepala saya penuh dengan skenario indah menghabiskan waktu luang.
Salahkah?
Yang kedua, ternyata saya memusatkan kebahagiaan saya pada orang lain. Mereka menjadi penyebab saya bahagia, bukannya saya sendiri. Saya sering kali menunggu ajakan mereka, lalu terbawa suasana bahagia. Bila tidak berhasil, saya bosan dan tidak menikmati suasana. Oh, ini sungguh-sungguh salah. Semestinya khan sayalah yang menciptakan kesenangan itu, lalu menikmatinya sampai puas.
Oke, paling tidak inilah selfnote.
Saya tahu7 mana yang diperbaiki. Saya akan jadi lebih baik.
Astungkara.
Namun di atas segalanya, waktu yang saya lewati sebagian besar adalah untuk kegiatan ini: berpikir
Terima kasih Tuhan, saya diberi otak yang tiada henti bekerja. Tapi kadang rasanya cukup lelah, sebab kegiatan berpikir itu termasuk hal-hal kecil yang belum terselesaikan, dan hal-hal remeh yang lumayan mengkhawatirkan dan mengganggu ketenangan.
Saya merasa kurang bisa memilah, mana yang mesti dipikir mana yang tidak. Saya merasa karena itulah saya mengurus, menua, dan menjadi pemurung. Karena faktor saya sendiri.
Selama ini saya berusaha mencari di mana letak ketidaknyamanan hidup saya. Ternyata cuma pada hal sederhana: saya begitu mudah bosan dan sering kali kurang bersyukur atas apa yang saya punya. Cobalah tengok rekan lain, yang hari Minggunya "cuma" dihabiskan dengan tidur siang. Dia tidak masalah dengan hal itu. Sementara saya, merasa begitu tak rela bila hanya melewatkan waktu yang berharga itu dengan tidur, padahal jauh-jauh hari sebelum hari Minggu datang, kepala saya penuh dengan skenario indah menghabiskan waktu luang.
Salahkah?
Yang kedua, ternyata saya memusatkan kebahagiaan saya pada orang lain. Mereka menjadi penyebab saya bahagia, bukannya saya sendiri. Saya sering kali menunggu ajakan mereka, lalu terbawa suasana bahagia. Bila tidak berhasil, saya bosan dan tidak menikmati suasana. Oh, ini sungguh-sungguh salah. Semestinya khan sayalah yang menciptakan kesenangan itu, lalu menikmatinya sampai puas.
Oke, paling tidak inilah selfnote.
Saya tahu7 mana yang diperbaiki. Saya akan jadi lebih baik.
Astungkara.
Komentar
Posting Komentar