sel-sel otak yang tidak patuh
Mohon ingatkan aku untuk selalu bisa memilah-milah mana yang perlu dan tak perlu diingat. Sebab sudah terlalu sering terjadi, hal-hal sepele yang tidak berguna mendapat porsi cukup besar dalam memori otakku. Setiap selnya seakan mencerna hal itu tanpa henti, tanpa pola, tanpa arah. Aku sendiri bingung, merasa sesak dan berjejalan di kepala. Sebab mereka, sel-sel itu, begitu sibuk sendiri tanpa bisa membuatku beristirahat sejenak.
Pikiran-pikiran itu begitu jahat, skenario yang mereka rancang begitu fantastis, sampai-sampai aku merasa cukup berbakat menulis draft sebuah kisah. Malah adakalanya skenario dalam kepalaku itu begitu menyimpang dari kejadian nyata yang tak kutahu bagaimana sebenarnya. Segera setelah tahu bahwa skenario di kepala itu ternyata berbeda dengan kenyataan, maka rasa Nano-nano-lah yang ada. Antara senang karena tidak seburuk yang kupirkirkan, juga sedih karena begitu banyak waktu dan tenaga yang terbuang untuk 'menciptakan' skenario di kepalaku waktu itu.
Inilah yang orang awam sebut prasangka. Aku terlalu ber-prasangka. Aku tahu sekali, ini buruk. Aku sadar betul, ini menyiksa. Tapi kenapa rasanya diriku begitu gemar dan rutin melakukannya?
Seakan ini jadi sama seperti kegiatan bernafasku, setiap saat, tanpa bisa kuhentikan dan kusadari sepenuhnya. Siklusnya selalu sama, menemukan sumber dengan tidak sengaja, lalu merasa terkejut beberapa saat, lalu sumber itu merasuki otakku, dan sel-sel mulai mencernanya. Hasilnya, tidak seberapa lama, adalah gambar-gambar kemungkinan terburuk akan sesuatu. Yang merangsang rasa sakit dalam hati, ketidak-tenangan dalam pikiran, kelelahan fisik secara tak langsung, bibir yang tak bisa tersenyum, dan mungkin, tanpa kusadari, garis-garis kerut penuaan di kulit.
Dampaknya bisa mencapai sepanjang sisa hari itu. Biasanya akan hilang sedikit demi sedikit setelah aku tertidur dan terbangun esoknya. Tapi bagaimanapun, sisa hari yang kulewati itu akan mendadak menjadi hari yang tak melegakan. Hari yang melelahkan, karena sebagian besarnya kuhabiskan dengan mengeluh, merutuk, menyesal, dan mengiba dalam hati.
Kau lihat, ini bukti dari kata-kata orang terkenal. Hati-hati dengan pikiranmu. Kau adalah apa yang kau pikirkan.
Dengan kata lain, bila yang kau pikirkan buruk, kau akan jadi buruk. Bila yang kau pikirkan adalah dirimu yang menderita, kau pun akan jadi nestapa.
Konyolnya, terhadap kata-kata itu, aku mengerti. Tapi sangat sulit menjalaninya.
Aku sadar, ada yang harus dilakukan terhadap pikiran-pikiran ini. Mereka, sel-sel otakku, harus dilatih agar patuh. Harus dipositifkan agar sehat. Aku mungkin tahu caranya, tapi begitu sulit berkonsisten menjalani terapinya.
Oh, aku pikir mudah sekali menjadi gila. Karena aku sudah berada di jalan menuju pintu kegilaan itu.
Semoga Tuhan memberkatiku.
Pikiran-pikiran itu begitu jahat, skenario yang mereka rancang begitu fantastis, sampai-sampai aku merasa cukup berbakat menulis draft sebuah kisah. Malah adakalanya skenario dalam kepalaku itu begitu menyimpang dari kejadian nyata yang tak kutahu bagaimana sebenarnya. Segera setelah tahu bahwa skenario di kepala itu ternyata berbeda dengan kenyataan, maka rasa Nano-nano-lah yang ada. Antara senang karena tidak seburuk yang kupirkirkan, juga sedih karena begitu banyak waktu dan tenaga yang terbuang untuk 'menciptakan' skenario di kepalaku waktu itu.
Inilah yang orang awam sebut prasangka. Aku terlalu ber-prasangka. Aku tahu sekali, ini buruk. Aku sadar betul, ini menyiksa. Tapi kenapa rasanya diriku begitu gemar dan rutin melakukannya?
Seakan ini jadi sama seperti kegiatan bernafasku, setiap saat, tanpa bisa kuhentikan dan kusadari sepenuhnya. Siklusnya selalu sama, menemukan sumber dengan tidak sengaja, lalu merasa terkejut beberapa saat, lalu sumber itu merasuki otakku, dan sel-sel mulai mencernanya. Hasilnya, tidak seberapa lama, adalah gambar-gambar kemungkinan terburuk akan sesuatu. Yang merangsang rasa sakit dalam hati, ketidak-tenangan dalam pikiran, kelelahan fisik secara tak langsung, bibir yang tak bisa tersenyum, dan mungkin, tanpa kusadari, garis-garis kerut penuaan di kulit.
Dampaknya bisa mencapai sepanjang sisa hari itu. Biasanya akan hilang sedikit demi sedikit setelah aku tertidur dan terbangun esoknya. Tapi bagaimanapun, sisa hari yang kulewati itu akan mendadak menjadi hari yang tak melegakan. Hari yang melelahkan, karena sebagian besarnya kuhabiskan dengan mengeluh, merutuk, menyesal, dan mengiba dalam hati.
Kau lihat, ini bukti dari kata-kata orang terkenal. Hati-hati dengan pikiranmu. Kau adalah apa yang kau pikirkan.
Dengan kata lain, bila yang kau pikirkan buruk, kau akan jadi buruk. Bila yang kau pikirkan adalah dirimu yang menderita, kau pun akan jadi nestapa.
Konyolnya, terhadap kata-kata itu, aku mengerti. Tapi sangat sulit menjalaninya.
Aku sadar, ada yang harus dilakukan terhadap pikiran-pikiran ini. Mereka, sel-sel otakku, harus dilatih agar patuh. Harus dipositifkan agar sehat. Aku mungkin tahu caranya, tapi begitu sulit berkonsisten menjalani terapinya.
Oh, aku pikir mudah sekali menjadi gila. Karena aku sudah berada di jalan menuju pintu kegilaan itu.
Semoga Tuhan memberkatiku.
Komentar
Posting Komentar