Sok Wayah, sebuah sudut di Ubud

Dari segi etimologi, sok wayah ini terdiri dari 2 kata dalam bahasa Bali. Sok artinya besek, sebuah wadah yang terbuat dari anyaman bambu, bisa digunakan sebagai tempat segala rupa, misalnya makanan, alat dan bahan upacara, dagangan, dll. Wayah, dalam bahasa Bali juga, kurang lebih punya arti matang, cukup tua, dalam, mahir. Secara umum, sok wayah bisa berarti 'sok yang sudah cukup tua'. Entah ada makna apa di balik nama ini.Ini adalah sebuah daerah di Ubud, yang untuk pertama kalinya saya datangi, dengan bersepeda.

Suatu sore di hari di bulan Mei 2011, saya diajak bersepeda menyusuri indahnya suasana sore Ubud. Kami berdua saja, saya dan pacar. Start di seputaran jalan Sugriwa, lalu kami ke daerah Kutuh, menuju utara. Jalanan beraspal, dengan beberapa cacat di sana-sini, dan pastinya, menanjak pelan-pelan. Jangan salah, dari sekian rute bersepeda yang saya pernah jalani, tanjakan pelan-tapi-panjang macam ini cukup mematikan. Otot kaki jadi begitu dilatih. Napas jadi pendek-pendek, dan kepala berdenyut-denyut. Serasa darah terpompa menuju kepala saja. Tips untuk perjalanan macam ini adalah gunakan gigi sepeda yang paling kecil, paling ringan. Putarannya cepat dan ringan, tapi sangat membantu di jalan menanjak. Kedua, berhentilah ketika merasa tidak sanggup. Kadang berhenti sebentar sambil duduk meluruskan kaki sambil minum air cukup membantu. Gunakan juga kesempatan ini untuk kembali bernapas dengan ritme normal. Saya pun jadi segar kembali setelah istirahat yang tidak sampai 5 menit itu. Cepat pulih, bahkan.

Sepanjang jalan beraspal ini masih bisa kita jumpai sawah. Villa juga di mana-mana, dari yang murah meriah rintisan keluarga lokal sampai yang berpalang nama 'hotel'. Sore itu kira-kira pukul 5, dan matahari sedang ramah-ramahnya. Ada beberapa orang yang juga bersepeda sore itu, lokal dan bule. Di pertengahan jalan kami berpapasan dengan serombongan bebek yang jumlahnya sekitar 30-40 ekor. Lucu! sumpah lucu banget! Mereka berjalan bergerombol, mengikuti ke mana arah yang di depan mereka berjalan. Kami menepi ke sisi kiri jalan, berhenti, bermaksud tidak membuat bebek-bebek itu takut atau kaget. Lucunya, para bebek pun berjalan menghindari kami, mereka beramai-ramai dengan tertibnya menyeberang ke sisi kanan jalan, di seberang kami. Setelah melewati kami, bebek-bebek itu kembali menyeberang ke sisi kiri jalan lagi. oooohhh... awsome! saya terkagum-kagum melihat tingkah binatang itu. Mungkin kalau ada cermin, saya bisa lihat pantulan wajah saya seperti anak kecil berbinar habis diberikan mainan baru impiannya. Pacar saya cuma ketawa. :)

Rute setelah menuju utara adalah belok kiri menuju barat. Di sini medannya masih jalan aspal, tetap dengan persawahan. Tapi bedanya, jalan turun-naiknya lebih ekstrem. sebelum mulai naik-turun itu, saya minta istirahat minum lagi. Saya di-briefing, dikenalkan dengan medan yang nanti akan kami jumpai. Juga diberi tips bagaimana sebaiknya mengatur gigi sepeda ketika melewati turunan yang langsung tiba-tiba menukik tajam menanjak. Lumayan membantu, sebab medan macam ini sudah biasa baginya. Ternyata seram juga meluncur di jalan yang curam, jadi rem di tangan ga pernah berhenti siaga. Dan... tanjakan mendadak pun muncul di depan mata. gampang-gampang susah untuk pertama kali, tapi cukup bisa di tanjakan berikutnya. Yess!! :D

Ini dia, Sok Wayah.
Dari jalan beraspal tiba-tiba kami berbelok ke arah jalan sempit ber-paving menuju selatan. Entah mulai dari batasan yang mana daerah Sok Wayah ini dimulai. Lebar jalannya mungkin hanya setengah meter. Tapi kanan-kirinya sawah melulu... dengan perkecualian ada beberapa villa dan rumah tinggal. Jalan paving berakhir setelah sebuah villa di tengah sawah. Medan dilanjutkan dengan tanah pematang sawah yang lebih sempit. Berpapasan dengan pejalan kaki atau sesama pengendara sepeda pun kami harus turun. Di beberapa tempat, ada tanah becek yang licin. Dan salah satu di antara mereka membuat saya hampir tergelincir, padahal di sebelahnya ada jurang mini langsung menuju sungai. Untungnya saya selamat. fiuuuhh...

Kami lalu berhenti di sebuah titik, mirip seperti tikungan. Saya yang sepanjang jalan fokus melihat jalan jadi mengabaikan keindahan pemandangan sekitar. Pas berhenti, saya ditunjukkan pemandangan sawah, jurang, pohon, yang luar biasa membuat hati adem. Saya ingin berlama-lama di sana, tapi kami harus mengejar waktu sebelum matahari terbenam, karena ada spot lain yang mesti dilihat dengan pencahayaan sore yang indah itu.

Perhentian terakhir kami, ada sebuah spot lagi yang ada semacam bale bengong-nya. Kecil banget sebenarnya kalau disebut bale belong, tapi kalau sekadar duduk ber-3 masih muat. Sayangnya di sana sudah ditempati sekeluarga campuran Bali-bule, jadi kami hanya duduk di atas sepeda sambil memandang ufuk barat. Sunset. It's beautiful even though there are clouds around. ada suara sungai, dan udara segar, dan ada 'dia' di sana. Saya puas-puas menghirup udara sebanyak-banyaknya ke dalam paru-paru.
It feels like I was a right girl in a right place.

Betapa damainya dunia, kalau bisa menikmati ini dengan gratis dan gampang. Ga perlu nyari refreshment ke mall, yang memandang deretan pakaian dan perhiasan serta sepatu. lalu menukarnya dengan segepok uang yang kau cari sebulan penuh. Saya menemukan yang jauh lebih membumi. Lebih 'my self', dan lebih sehat.
Alam, terima kasih telah menjadi begitu indah. Ubud, terima kasih telah mengizinkanku singgah.

Anyway thanks to Goes Wizz yang sudah jadi pemandu setia. You rocked baby :)

Komentar

Postingan Populer